, SUPERWOMAN WORDS !: 2014

Minggu, 20 April 2014

Undescribeable Words

Sebelum kumulai mengetik terasa banyak sekali yang memenuhi pikiranku.banyak.sangat banyak.sampai-sampai aku tidak tau harus memulainya darimana.

Setelah kumulai mengetik,kosong,blank,tidak ada satupun kata yang bisa tertuang dalam tulisan yang ingin ku ketik malam ini. 

Yang semula direncanakan belum tentu hasilnya akan sesuai dengan apa yang direncanakan. Semua ini tentang ketidakpastian dalam sebuah kepastian. apa kalian mengerti? seperti hashtag dalam tulisan #NoHashtag. seperti comment dalam tulisan 'No Comment'. 

Dalam hidup mesti ada hal-hal seperti ini, hal-hal yang memaksa kita untuk berpikir logis,idealis tanpa cela. 

Sabtu, 08 Maret 2014

Moment.

Moment,saat berharga yang tidak akan bisa digantikan oleh apapun.
Moment tidak hanya membeicarakan tentang 'kebahagiaan' semata,ada saatnya dimana sebuah moment terjadi karena hal-hal yang membuatmu 'sakit'. Itu adalah moment. Ya,moment yang pahit.

Di dunia yang fana ini adakalanya kita bisa merasa menjadi manusia yang paling bahagia sejagat raya, tetapi adakalanya juga kita bisa merasa menjadi orang yang paling merana lebih dari siapapun.
Adil,begitulah kehidupan. Tidak ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi esok bahkan untuk satu menit kedepan.

Sabtu, 01 Februari 2014

Curhatan Sang Rembulan.

Akulah sang Rembulan. Penerang Langit, sumber cahayanya.
Tapi,itu dulu. Dulu sekali,sebelum Bumi muncul dan membuat segalanya lebih rumit.
Aku dan Langit. Selalu ada aku dan Langit di setiap potong kisah ini. Tidak ada yang lain, hanya aku dan Langit. Hanya kami.

Kukira kami akan bisa bersama selamanya. Namun,aku salah. Perkiraanku 100% meleset bahkan salah besar. Dulu langit selalu berkata padaku "Kamu tau ga hal apa yang paling membuat aku merasa menjadi seseorang yang paling beruntung di dunia ini?" Aku menjawab "Tidak tahu,memangnya apa?" Langit berkata lagi " Memilikimu,disini,disampingku untuk sekarang dan selamanya". Itu hanya sebagian kecil pernyataan-pernyataan Langit yang sering ia ucap dihadapanku kala itu.

Coba bayangkan bagaimana perasaanku kala itu,saat dia dengan mudahnya mengucap pernyataan-pernyataan seperti itu. Membuatku hampir gila dibuatnya,setidaknya kala itu. Berkali-kali aku meyakinkan diriku sendiri bahwa Langit memanglah hanya tercipta untukku,bukan untuk yang lain. Berkali-kali pula aku menawarkan sebuah masa depan yang indah jika ia bersedia mendampingiku seumur hidupnya. Tetapi dia bisu,dia tidak menjawab kala itu. Dia terlalu bisu untuk dapat menjawab setiap penawaran-penawaran manisku. Padahal dulu dia-lah yang paling bersemangat saat membayangkan pernyataan-pernyataan konyol yang sering kami lontarkan saat malam menyergap. "Nanti kalo kita punya anak kira-kira namanya siapa ya? Kalo cowo, aku kasih nama dia Awan ah.  Kalo cewe aku kasih nama Pelangi deh. Menurut kamu gimana? bagus ga? hihi"Ujar Langit bersemangat. "Bagus kok bagus,apapun nama anak kita nanti kalo kamu yang ngasih nama pasti bagus deh hehe" Jawabku tak kalah bersemangat.

Hingga saatnya tiba. Entah tanpa sadar Langit mulai berubah. Langit yang sekarang bukanlah Langit yang dulu. Aku sadar itu. Apa mungkin ini semua salahku? salahku yang akhir-akhir ini terlalu sibuk dengan semua pekerjaanku. Hingga tanpa sadar aku mulai mengacuhkan setiap pesan singkat Langit yang selalu mengisi inbox pesan handphoneku. Aku menyesal, benar-benar menyesal. Kalau saja waktu itu aku tidak mengacuhkan setiap pesan singkat Langit, mungkin Langit tidak akan berubah menjadi sedingin ini terhadapku. Satu bulan sudah Langit tidak pernah menghubungiku lagi. Setiap kali aku mencoba untuk menghubunginya selalu saja nihil.

Aku tersiksa.sangat tersiksa. Bagaimana tidak, orang yang selama ini hampir tidak pernah absen menemanimu tiba-tiba saja tanpa kau sadari mulai menjaga jarak darimu. Jarak yang amat jauh.

Aku sudah tidak bisa memaksakan kehendaknya. Dia,Langit, yang memilih untuk menghilang dari kehidupanku saat ini. Biarlah ini semua menjadi rahasia tuhan, bila kami berjodoh mungkin suatu saat Langit akan kembali lagi padaku, namun bila tidak aku ikhlas merelakan Langit--wanita yang amat kucintai-- itu bersanding dengan Bumi. Sumber kebahagiaannya sekarang, aku hanyalah sebagian kecil dari masa lalunya, Langit.


Senin, 27 Januari 2014

Kepergian Bumi.

Malam itu, tampak berbeda dari malam-malam sebelumnya. Langit sibuk. Sibuk memikirkan apa yang akan terjadi kepada dirinya jika ia ditinggalkan Bumi. Esok Bumi akan pergi meninggalkannya. Benar-benar meninggalkannya untuk waktu yang cukup lama. Setidaknya cukup lama bagi Langit untuk memupuk rindu. Dua tahun tepatnya, Bumi akan melanjutkan studi S2 nya di Universitas yang entah apa namanya, Universitas itu terletak di Eropa,tepatnya di Rusia.

Rabu, 01 Januari 2014

Langit si Egois.

Langit, lagi-lagi ulah langit.
Memang langit, dan selalu langit yang paling egois dalam hubungan ini. Tetapi langit egois karena bumi. Ya bumi lagi dan lagi. Bumi selalu membuatnya merasa menjadi orang paling egois yang pernah ada di jagat raya ini. Entah harus apa lagi, langit bingung. Bingung bagaimana cara ia menghilangkan sifat egoisnya itu.

Bumi,selalu begitu. Ia tak pernah sadar bahwa yang ia butuhkan hanyalah langit. Bukan yang lain. Tetapi, ia terlalu larut dalam semua aktivitasnya. Tak pernah ia perdulikan langit sedikitpun. Mungkin ia peduli,tetapi rasa pedulinya itu hanya 0,01% jika dibandingkan dengan rasa peduli langit terhadap bumi. Bumi selalu merasa langit hanyalah -pacarnya- belum menjadi -istrinya- oleh sebab itu bumi tidak begitu mempedulikan langit. Tetapi, apakah bumi tahu bahwa langit telah menggantungkan seluruh masa depannya tepat di atas kepala bumi. Langit sudah sibuk merangkai mimpi bersama bumi, merajut asa  sampai mungkin hanya kuasa Tuhanlah yang bisa memisahkan mereka berdua.

"Sekarang aku atau kamu yang egois?" rintih langit malam itu dalam doanya kepada sang pencipta. "Kamu ga pernah ngertiin aku, aku bukan apa-apa tanpa kamu bumi. Kamulah yang selalu menjadi orang pertama yang menggenapi setiap titik asa ini. Kamu, cuma kamu. Bukan yang lain" tangis langit semakin tumpah. Langit hanya berharap satu hal, bumi bisa mengerti seberapa penting dirinya untuk langit, hanya itu.