, SUPERWOMAN WORDS !: Februari 2014

Sabtu, 01 Februari 2014

Curhatan Sang Rembulan.

Akulah sang Rembulan. Penerang Langit, sumber cahayanya.
Tapi,itu dulu. Dulu sekali,sebelum Bumi muncul dan membuat segalanya lebih rumit.
Aku dan Langit. Selalu ada aku dan Langit di setiap potong kisah ini. Tidak ada yang lain, hanya aku dan Langit. Hanya kami.

Kukira kami akan bisa bersama selamanya. Namun,aku salah. Perkiraanku 100% meleset bahkan salah besar. Dulu langit selalu berkata padaku "Kamu tau ga hal apa yang paling membuat aku merasa menjadi seseorang yang paling beruntung di dunia ini?" Aku menjawab "Tidak tahu,memangnya apa?" Langit berkata lagi " Memilikimu,disini,disampingku untuk sekarang dan selamanya". Itu hanya sebagian kecil pernyataan-pernyataan Langit yang sering ia ucap dihadapanku kala itu.

Coba bayangkan bagaimana perasaanku kala itu,saat dia dengan mudahnya mengucap pernyataan-pernyataan seperti itu. Membuatku hampir gila dibuatnya,setidaknya kala itu. Berkali-kali aku meyakinkan diriku sendiri bahwa Langit memanglah hanya tercipta untukku,bukan untuk yang lain. Berkali-kali pula aku menawarkan sebuah masa depan yang indah jika ia bersedia mendampingiku seumur hidupnya. Tetapi dia bisu,dia tidak menjawab kala itu. Dia terlalu bisu untuk dapat menjawab setiap penawaran-penawaran manisku. Padahal dulu dia-lah yang paling bersemangat saat membayangkan pernyataan-pernyataan konyol yang sering kami lontarkan saat malam menyergap. "Nanti kalo kita punya anak kira-kira namanya siapa ya? Kalo cowo, aku kasih nama dia Awan ah.  Kalo cewe aku kasih nama Pelangi deh. Menurut kamu gimana? bagus ga? hihi"Ujar Langit bersemangat. "Bagus kok bagus,apapun nama anak kita nanti kalo kamu yang ngasih nama pasti bagus deh hehe" Jawabku tak kalah bersemangat.

Hingga saatnya tiba. Entah tanpa sadar Langit mulai berubah. Langit yang sekarang bukanlah Langit yang dulu. Aku sadar itu. Apa mungkin ini semua salahku? salahku yang akhir-akhir ini terlalu sibuk dengan semua pekerjaanku. Hingga tanpa sadar aku mulai mengacuhkan setiap pesan singkat Langit yang selalu mengisi inbox pesan handphoneku. Aku menyesal, benar-benar menyesal. Kalau saja waktu itu aku tidak mengacuhkan setiap pesan singkat Langit, mungkin Langit tidak akan berubah menjadi sedingin ini terhadapku. Satu bulan sudah Langit tidak pernah menghubungiku lagi. Setiap kali aku mencoba untuk menghubunginya selalu saja nihil.

Aku tersiksa.sangat tersiksa. Bagaimana tidak, orang yang selama ini hampir tidak pernah absen menemanimu tiba-tiba saja tanpa kau sadari mulai menjaga jarak darimu. Jarak yang amat jauh.

Aku sudah tidak bisa memaksakan kehendaknya. Dia,Langit, yang memilih untuk menghilang dari kehidupanku saat ini. Biarlah ini semua menjadi rahasia tuhan, bila kami berjodoh mungkin suatu saat Langit akan kembali lagi padaku, namun bila tidak aku ikhlas merelakan Langit--wanita yang amat kucintai-- itu bersanding dengan Bumi. Sumber kebahagiaannya sekarang, aku hanyalah sebagian kecil dari masa lalunya, Langit.